Thursday 5 March 2020

Tantangan Mendidik Generasi Zelenial

Assalamualaikum Wr. Wb.

Lama gak posting blog tapi sekalinya mau posting kenapa bahasannya jadi kelihatan berat banget sih ya... Hmmm ini adalah kegelisahan yang selama ini aku rasakan dan bermaksud menuliskannya sebagai healing pada diriku sendiri. And maybe aku bakalan ngikutin cara Raditya Dika untuk bisa menemukan ide kreatifnya dalam membuat konten yaitu dengan mencari kegelisahan yang ada di hati dan pikirannya kemudian dijadikan bahan untuk menciptakan kreativitas.


Well, semenjak berkecimpung dalam profesi guru aku semakin banyak menemukan permasalahan dan tantangan dalam mendidik anak. Permasalahan itu semakin rumit dibandingkan dulu saat aku masih belum menekuni profesi ini, bisa dibilang apa yang kualami dulu tidak seberapa karena hanya sebatas masalah tantrum pada balita. Lalu gimana emosionalnya jiwa ibu saat menghadapi anak gak mau makan atau stresnya ngadepin BB anak yang stuck berbulan-bulan.

Saat ini aku dihadapkan pada generasi yang lebih dikenal dengan generasi Zelenial yaitu perpaduan antara generasi Z dan generasi Y (milenial). Perubahan dan perkembangan ini tidak hanya sekedar peralihan dari penggunaan media komunikasi konvensional ke media digital tetapi juga mengenai sikap, cara belajar, karakter sampai cara pandang mereka terhadap suatu gejala. Sisi positif dari karakter zelenial umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media dan teknologi digital.  Karena melimpahnya informasi ini, maka generasi Zelenial diperkirakan menjadi generasi yang memiliki wawasan lebih dan kaya akan data. Mereka lebih terbuka, pendukung kesetaraan hak, kepercayaan diri yang bagus, dan mampu mengekspresikan perasaan. Dengan demikian mereka akhirnya bersifat liberal, optimis dan mudah menerima ide-ide baru. Namun generasi ini terkesan individual, mengabaikan masalah politik, fokus pada nilai-nilai materialistis dan kurang peduli terhadap sesama. Bahkan generasi ini cenderung malas, narsis, dan potensial melakukan atau mengalami bullying karena rasa saling menghargai mereka sudah hilang.

Aku sendiri terlahir di tahun 90an berarti masih masuk dalam generasi milenial tetapi ternyata ketika aku menghadapi generasi Z banyak sekali tantangan yang harus dihadapi. Bagaimana cara mengajar anak-anak generasi Zelenial sehingga kita bisa memanusiakan mereka dan tetap memberikan kemerdekaan untuk belajar? Ini adalah kegelisahan luar biasa yang hampir tiap hari menyelimuti pikiran saat kakiku melangkah memasuki gerbang sekolah di pagi hari.

Baca juga : Menjadi Guru Madrasah

Tak jarang pula aku menghadapi sebrangan pendapat dengan teman sejawat tentang cara mengajar dimana mereka masih sering beranggapan bahwa teknologi khususnya gadget adalah disruption yang telah memasuki dunia pendidikan dan menyita perhatian peserta didik. Akhirnya kebijakan yang dilakukan sering menjadi kontroversi dalam lingkungan baik sekolah maupun masyarakat. Selain itu membangun hubungan dengan peserta didik saat ini bukanlah perkara mudah. Untuk bisa memahami karakternya mau gak mau kita harus masuk ke dalam dunia mereka sehingga mampu memberikan pendampingan dan bimbingan secara bijaksana tetapi terkadang generasi Z mengartikan kedekatan itu sebagai bentuk perhatian yang lain. Makanya untuk bisa menemukan porsi yang tepat dalam membangun hubungan antara guru dan peserta didik adalah hal yang pelik.

Lalu apa yang sudah aku lakukan dalam menghadapi itu semua?

Pertama, aku selalu berusaha mencari data dari setiap apa yang dilakukan. Kebiasaan ini akan membuat setiap unsur baik manajemen, guru, pegawai dan siswa mampu meletakkan tujuan pertumbuhan dirinya masing-masing secara transparan. Melakukan verifikasi, klarifikasi dan positif thingking setiap menemukan isu. Mencoba untuk berpikir secara objektif tanpa memberikan justifikasi terhadap objek. Ketika menghadapi anak dengan problem yang mereka bawa aku selalu berusaha memposisikan diri di posisi anak, kemudian memahami perasaannya baru selanjutnya kita berdiskusi dan bersama-sama menemukan solusi yang tepat.


Kedua, berusaha bertanggung jawab secara profesional pada diri kita sendiri dan terhadap orang yang kita layani dalam hal ini khususnya adalah peserta didik. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dapat ditunjukkan dengan menjadi role model yang baik terhadap peserta didik dan orang-orang disekitar kita, ada sinkronasi antara apa yang kita ucapkan dengan apa yang kita lakukan. Kalau dalam bahasa Islam adalah ilmu dan adab yang selaras. Bertanggung jawab terhadap orang yang kita layani, apakah kita sudah melakukan pembelajaran yang pantas? Cara belajar generasi zelenial tidak bisa disamakan dengan generasi-generasi sebelumnya jadi guru harus mampu menjembatani kesenjangan itu. Melakukan pembelajaran dengan metode-metode yang inovatif menjadi tantangan yang harus dipecahkan setiap pendidik. Bisa dengan berkolaborasi dengan anak untuk menentukan pemilihan metode belajar misalnya dengan memilih metode game based learning untuk membantu anak menemukan sebuah kesimpulan atas materi.

Ketiga, mendesain materi dan penugasan secara jelas dengan pendekatan yang sesuai, esensial, bernilai manfaat secara langsung. Penyampaian materi dilakukan dengan membawa pikiran peserta didik kepada realita secara riil yang terjadi dalam kehidupan mereka. Apa pun substansi materi, guru wajib belajar mengikuti perkembangan untuk menyesuaikan isi dengan topik yang penting saat ini (uptodate issues). Selanjutnya peserta didik menemukan sendiri data, menganalisa, mengidentifikasi dan menyusun strategi penyelesaian membuat mereka aktif dan prinsip peserta didik sebagai pusat belajar menjadi pemandangan riil. Dengan demikian generasi zelenial tidak akan merasa belajar hal sia-sia karena tidak bisa diterapkan dalam kehidupan.

Huhh... rasanya sedikit plong bisa menceritakan setitik kegelisahan ini. Mohon koreksi dan masukan bagi siapapun yang sudah mempir ke blogpost ini demi kemajuan dunia pendidikan secara umum dan secara khusus dapat membantuku untuk meningkatkan kompetensi sebagai seorang pendidik di era industri 4.0 dengan generasi zelenial.

Wassalamualaikum Wr. Wb.



2 comments:

  1. Tantangan mendidik anak balita dengan remaja tentu sangat berbeda Mba. Apalqgi generasi yg sekarang sudah banyak bermutasi. Hehehe. Sudah menjqdi bagian dari perkembangan zaman. Dan ini tidak bisa dicegah apalagi dihalangi. Salut dengan apa yg Mba lakukan sbg guru. Mudah2an jadi inspirasi banyak guru lainnya. Menjadi berseberangan dg karakter mereka justru dianggap lawan dan semakin enggan mereka untuk hormat pada guru. Memang harus banyak berkorban, tapi hasil InsyaAlloh pasti juga lebih baik. Semangat Bu Guru��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amiinn terimakasih sekali atas kunjungan dan masukannya mba

      Delete

Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan pesan, senang dapat sharing dengan Anda :)