Wednesday 5 September 2018

Pentingnya 1000 Hari Kehidupan untuk Tumbuh Kembang Anak

Assalamualaikum Wr. Wb.



Seribu hari yang dimaksud disini adalah kurang lebih masa 270 hari selama didalam kandungan dan 730 hari sisanya adalah masa 2 tahun pertama pasca lahir atau biasanya disingkat BADUTA alias bawah dua tahun.

Kenapa SHPK menjadi penting? Karena masa-masa tersebut adalah masa-masa terpesat dalam pertumbuhan dan perkembangan seluruh organ dan sistem tubuh manusia.

Pertumbuhan dan perkembangan pada masa di dalam kandungan memerlukan asupan gizi dari ibu, baik yang dikonsumsi ibu maupun yang berasal dari mobilisasi simpanan ibu. Bila pasokan gizi dari ibu ke janin kurang, janin akan melakukan penyesuaian, karena janin bersifat plastis (mudah menhyesuaikan diri). Penyesuaian tersebut bisa melalui pengurangan jumlah sel dan pengecilan ukuran organ dan tubuh yang lebih kecil, agar sesuai dengan terbatasnya asupan gizi.

Kemudian setelah lahir dan menjadi bayi, sifat plastisnya masih terbawa hingga ke alam dunia. Kita tahu bayi adalah makhluk yang paling cepat belajar dan menyesuaikan diri. Jika dalam masa 2 tahun awal asupan gizinya kurang maka tubuhnya lah yang akan beradaptasi dengan lingkungannya.

Sayangnya dalam masa SHPK jika terjadi malnutrisi atau kekurangan zat gizi maka efeknya akan bersifat permanen. artinya bila perbaikan gizi dilakukan setelah melewati kurun seribu pertama kehidupan,tingkat keberhasilan perbaikannya relatif lebih kecil, sebaliknya bila dilakukan pada masa SHPK terutama saat didalam kandungan, maka efek perbaikannya lebih bermakna.
Perubahan permanen inilah yang menimbulkan masalah jangka panjang.

Mereka yang mengalami kekurangan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan, mempunyai tiga resiko:
  1. Resiko terjadinya penyakit tidak menular/degeneratif, tergantung organ yang terkena dampaknya. Bila ginjal, maka akan menderita hipertensi dan gangguan ginjal, bila pancreas maka akan beresiko penyakit diabetes tipe 2, bila jantung akan beresiko menderita penyakit jantung, dst;
  2. Bila otak yang terkena maka akan mengalami hambatan pertumbuhan kognitif, sehingga kurang cerdas dan kompetitif; dan
  3. Gangguan pertumbuhan tinggi badan, sehingga beresiko pendek/stunting.
Keadaan ini ternyata tidak hanya bersifat antar-generasi (dari ibu ke anak) tetapi bersifat trans-generasi (dari nenek ke cucunya.

Stunting itu sendiri sebenarnya adalah kondisi kekurangan gizi kronis yang bisa disebabkan karena :
1. Faktor nutrisi yang tidak memenuhi kebutuhan
2. Faktor berat badan lahir rendah
3. Faktor penyakit infeksi berulang
4. Faktor stimulasi dan pengasuhan anak yang kurang tepat (Wamani et al.,2007)*

Pembahasan kali ini saya batasi untuk penyebab yang pertama dulu ya biar tulisannya nggak kepanjangan dan bikin ngantuk.

Sebenarnya, Kementerian Kesehatan RI senantiasa mengeluarkan tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dievaluasi dan direvisi dalam kurun waktu tertentu. Dalam tabel AKG tersebut kita bisa melihat berapa besar kebutuhan zat gizi mulai dari bayi sampai lansia, bahkan ada pembagiannya per rentang usia dan jenis kelamin.

Dengan memperhatikan besaran nilai AKG tersebut kita bisa saja mencegah terjadinya kekurangan gizi kronis pada anak-anak Indonesia yang mengakibatkan meningkatnya angka kejadian stunting. Juga bisa meminimalisir keluhan :

"Kenapa ya anakku kok berat badannya naiknya irit banget?" (Lha ya wong standar kebutuhannya aja nggak terpenuhi gimana mau naik beratnya? Energinya udah keburu habis untuk dipakai sama kebutuhan dasar tubuh melakukan metabolisme)

"Kenapa sih kok anakku ga doyan makan?" (Penyebab anak nggak mau makan ini macem macem sih ya? Ada karena faktor lingkungan seperti perubahan yang mendadak, tekanan dari ortu untuk makan padahal nggak berselera juga bisa karena faktor penyakit, misalnya tanpa disadari anak mengalami anemia).

Pada umumnya untuk dewasa nilai AKG yang diperlukan ada di kisaran 2000 kalori, sedangkan untuk bayi 0-6 bulan dimulai dari kisaran angka 550 kalori yang cukup dipenuhi dengan ASI eksklusif tanpa tambahan apapun.

Untuk balita nilai AKG yang diperlukan ada di kisaran angka 1125 bagi anak usia 1-3 tahun hingga 1600 bagi anak usia 4-6 tahun. Naaah, dari AKG tersebut kita bisa menghitung kebutuhan energinya berapa, proteinnya berapa, lemaknya berapa dan karbohidratnya berapa. Kalau kita perhatikan tabel AKG bahkan kita bisa menemukan rekomendasi untuk mikronutrien seperti vitamin dan mineral.

Yaelah mbak, mosok mau ngasih makan aja pusing amat sih? Kerjaan rumah udah banyak nih. Rempong bener yang penting kan mamak happy, tetep waras dan anak juga nggak stres gitu dikejar kejar buat makan. Mosok masih juga harus nimbang nimbang ini anak mesti dikasih makan berapa banyak.

Aih saya mah setuju mak....
Kita sebagai ibu alias caregiver buah hati kita wajib 'ain lah ya tetap waras, bebas stress serta bahagia lahir batin dalam mendidik anak. Oleh karena itu segala macam itungan njlimet tadi nggak perlu kok diitung sendiri, karena di Indonesia ini udah buanyaaaaaaak banget tenaga ahli yang sudah terbiasa ngitung ngitung bahkan hingga memberikan rekomendasi berapa banyaknya porsi makanan yang perlu diasup. Mereka bahkan sudah ditempatkan di berbagai pusat kesehatan masyarakat di seluruh Indonesia.

Tapi mbak dietisien yang bawel, itu hasil rekomendasi diet anak kok ya semacam besar banget porsinya, lha ini bocil aja susah banget suruh mangap ntar mamake stres nih mikirin anaknya nggak habis segitu banyak?

Nah,trik mensiasatinya adalah dengan pakai porsi kecil tapi sering...

Seberapa sering? Silakan sesuaikan dengan kondisi masing masing ya.

Oleh : Pramitha Sari, S.Gz, Dietisien, M.H.Kes

Resume kulwap bisa download Disini 



Waalaikumsalam Wr. Wb.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan pesan, senang dapat sharing dengan Anda :)