Wednesday 11 July 2018

Halal Bihalal Keluarga EPING Solo, Ada Materi Manajemen Emosi Diri

Assalamualaikum Wr. Wb.

Akhirnya mamak kembali lagi berniat menulis sedikit tentang daily story ibu yang entah sudah berapa bulan tidak pernah di update. Ada yang kangen gak sih dengan curhatanku? hehehehe #ngarep banget yak. Oh iya awal bulan Juli lalu aku berkesempatan kembali bercengkrama dengan emak-emak member Eping Solo dalam pertemuan kami yang bertajuk Halal Bihalal. Any way masih seperti biasa yah, kami selalu membuat setiap pertemuan adalah quality time terbaik yang sangat bermanfaat untuk keberlangsungan keluarga kami masing-masing. Well, materi yang diangkat pada pertemuan singkat itu adalah tentang "Manajemen Emosi Diri" dengan menghadirkan speaker dari KeluargaKita.

Halal Bihalal Eping Solo, 1 Juli 2018

Penting gak sih manajemen emosi diri itu?

Pertanyaan yang sangat mudah dijawab bukan, tapi pada kenyataannya untuk memahami dan merealisasikannya memang cukup sulit bagi orang tua khususnya seorang ibu yang masih tahap belajar seperti aku ini. Jawabannya jelas PENTING kan? Trus kalau sudah begitu kita harus ngapain?

Mendidik dan merawat anak adalah hal yang tidak mudah, bahkan seorang ibu sering sekali dihadapkan pada situasi marah tanpa terkendali kepada anak ataupun suami padahal sebenarnya mereka tidak bersalah apapun kepada ibu. Tak jarang juga ditemui seorang ibu yang marah kemudian menyesalinya. Seorang wanita yang dulunya terkesan penyabar tetapi sekarang setelah menjadi ibu berubah seperti monster yang mudah emosi, mudah kesal, mudah marah kemudian dramatis menjadi penyesal, panik,tidak enak diri dan berbagai perasaan negatif lainnya. Yah, ini aku banget !

Baca juga : Anak dan Emak EPING Solo Belajar Sains di Rumah Banjar Garden Resto

Sebelum berkeluarga dan diberi tanggung jawab membesarkan anak-anak, dulunya aku sangat pendiam, sabar, pandai mengontrol mood,  bahkan teman teman sekantor tempat aku magang malihatku sebagai sosok yang flat. Mereka tak pernah bisa memahamiku apakah aku sedang dalam situsi baik, kecewa, ataupun marah. Aku masih tetap senyum dan bersikap biasa apapun keadaanku. Berbalik dengan keadaan sekarang, apalagi setelah tanggung jawabku bertambah oleh kehadiran anak kedua.

Oke kembali pada bahasan tentang emosi, jadi apa penyebab dari emosi berlebih tersebut? Hal pertama yang perlu kita lakukan adalah mencari tempat untuk melakukan evaluasi dan mulai mengenal kembali diri sendiri. Kemudian mencoba berfikir apa saja hal-hal yang tidak dapat kita kontrol tapi mempengaruhi hubungan keluarga. Dari pola pengasuhan dimasa lalu, keunikan tempramen, hubungan sosial/pergaulan dengan dunia luar serta perubahan zaman. 

HAL-HAL YANG TIDAK DAPAT KITA KONTROL TAPI MEMPENGARUHI 
HUBUNGAN KELUARGA

Pola Pengasuhan di Masa Lalu

Waktu tidak dapat diputar, pengalaman dan pola pengasuhan yang dialami pasangan dan kakek/nenek sudah terjadi dan tentunya membawa pengaruh pada hubungan dan dalam mengasuh anak. Tiap orang perlu menyadari dan mengenali mana pola asuh yang ingin diteruskan dan yang tidak. Saling mengingatkan dan saling menghargai, terlepas ia senior atau junior.

Keunikan Tempramen

Semua orang lahir dengan tempramen yang unik dan mempengaruhi perilaku dan bagaimana seseorang berinteraksi terhadap dunia disekitarnya. Mengenali dan menerima tempramen tiap anggota keluarga serta saling membatu dalam mengelola tempramen bawaan ini adalah salah satu kunci keberhasilan hubungan dalam keluarga. 

Hubungan Sosial / Pergaulan dan Dunia Luar

Kita tidak dapat mengontrol pola asuh yang diterapkan oleh orang tua teman anak kita. Kita tahu tempramen dan perilaku seperti apa yang dimiliki teman kantor suami. Kita tidak dapat mengontrol dengan siapa kakek/nenek bergaul. Akan tetapi hal-hal tersebut menjadi contoh bagi anggota keluarga dan bagi hubungan kita. Semakin berpengaruh kuat nilai dan konsistensi perilaku kita dalam keluarga, semakin mudah untuk anak memilih dan mengambil keputusan bijak. 

Perubahan Zaman

Setiap anggota keluarga perlu menerima bahwa meski banyak hal yang secara filosofi tetap sama, seiring waktu akan mengalami perbedaan. Salah satu yang sangat terasa adalah perkembangan teknologi dari segala sisi. Selain memudahkan interaksi dalam keluarga tetapi juga memiliki resiko apabila tidak dapat menggunakan dan mengendalikannya dengan baik.

Kedua, setelah kita menyadari keempat hal diatas, tugas kita selanjutnya adalah pengelolaan emosi. Emosi adalah hal yang wajar dan tidak terpisahkan dari diri kita. Maka dari itu kita perlu untuk mengekspresikan emosi dengan baik. Saat kesulitan menangani emosi, orangtua kerap berespons pada kebutuhannya sendiri, bukan berespons pada kebutuhan dan pengalaman belajar untuk anak. 

Sementara anak adalah seorang peniru ulung yang sangat pintar copy paste perilaku orang tua dalam mengekspresikan emosi. Jadi orang tua seharusnya memilih cara yang tepat. Misalnya saat marah cobalah untuk mengalihkan amarah dengan makan, minum atau duduk menghela nafas sambil menunggu situasi diri membaik. Jangan salahkan anak jika kemudian mengeskpresikan marah dengan tangis, melempar barang, teriakan atau amukan jika orang tua juga demikian.

Mengusahakan agar setiap emosi dapat tersalurkan akan lebih baik dari pada tidak ditangani atau disalurkan dengan tepat karena dapat memulai ‘lingkaran negatif’ kepada anak, diri sendiri, bahkan kepada emosi itu sendiri. Akibatnya, emosi tidak terkendali dan berulang.

Baca juga :  Aku Harus Belajar Menjadi Ibu yang Lebih Sabar Lagi


Ada 5 bentuk emosi diri yang harus kita kenali yaitu marah, rasa bersalah, ingin mendapat pujian/pengakuan, khawatir, dan konformitas (rasa tidak enakan). Mana emosi yang paling dominan dalam diri kita? Setelah kita tahu maka akan lebih mudah untuk meminimalisir sebabnya. Misalnya dalam khasusku, aku sering sekali diselimuti rasa bersalah dan merasa gagal menjadi seorang ibu. Saat anak sakit, saat anak menjadi sosok yang dianggap "nakal" dan lain sebagainya. Lalu untuk mengendalikan emosi itu langkah yang aku ambil adalah mencoba memberikan perhatian lebih lagi kepada anak serta mencari tahu potensi pada diri anak sehingga hal yang dianggap "nakal" tersebut dapat kita ubah menjadi hal yang berprestasi.

Bentuk-bentuk Emosi
KeluargaKita memiliki prinsip CINTA dalam pola pengasuhan anak yang dapat kita adopsi. Prinsip cinta ini mencakup :
C = Cari cara, I = Ingat impian tinggi, N = Menerima tanpa drama, T = Tidak takut salah, 
A = Asyik main bersama

 

Keluarga Kita Mencintai dengan CARI CARA Sepanjang Masa

Pengasuhan adalah perjalanan dengan tujuan jangka panjang. CARI CARA dengan konsisten karena jalan pintas tidak efektif. Anak dan keluarga butuh proses serta struktur berbeda pada tiap tahap perkembangan.

Keluarga Kita Mencintai dengan INGAT IMPIAN TINGGI

Orangtua selalu INGAT IMPIAN TINGGI dan kecenderungan positif pada setiap anggota keluarga. Orangtua percaya anaknya mampu, sebelum anak membuktikan bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu dengan berhasil.

Keluarga Kita Mencintai dengan MeNERIMA TANPA DRAMA

Ujian terberat jadi orangtua adalah mencintai dengan tulus, saat hadapi tantangan dan alami tekanan emosi dalam keluarga. MeNERIMA TANPA DRAMA, memahami kebutuhan tanpa syarat, dan menumbuhkan potensi tanpa kekerasan.

Keluarga Kita Mencintai dengan TIDAK TAKUT SALAH

Jadi orangtua butuh terus belajar, TIDAK TAKUT SALAH, karena tidak ada keluarga yang sempurna. Refleksi dan adaptasi harus selalu dipraktikkan, sejak masa anak, karena siklus pengasuhan berpengaruh lintas generasi.

Keluarga Kita Mencintai dengan ASYIK MAIN BERSAMA

ASYIK MAIN BERSAMA dan humor perlu dilakukan bersungguh-sungguh. Interaksi hangat bagaikan candu. Kehadiran dan keterlibatan keluarga seharusnya jadi pengalaman yang menyenangkan dan bermakna.

Prinsip CINTA KeluargaKita

Hemm..mendengarkan paparan dari KeluargaKita tersebut rasanya aku seperti dicambuk berkali-kali agar aku mampu bangkit memperbaiki kualitas diri sebagai seorang ibu. Banyak sekali pe-er yang harus aku kerjakan untuk kedepannya dan kapan lagi dimulai kalau tidak dari sekarang. Ibu-ibu ayo semangat !

Waalaikumsalam Wr. Wb.

1 comment:

  1. wah, ada komunitas eping juga di Solo! Di surabaya juga ada nih mba, sampe ada pernah ngadain seminar gitu . anw makasi artikelnya mba, sangat informatif

    ReplyDelete

Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan pesan, senang dapat sharing dengan Anda :)