Friday 6 January 2017

Ekspektasi VS Realita dalam Menyapih Rafa

Assalamualaikum Wr. Wb.


Pengen curhat hehehehe..... Kali ini gak nulis tentang trik dan tips lagi yah soalnya lagi pengen curhat cerita suka duka selama proses menyapih Rafa kurang lebih selama sebulan terakhir ini. Hari ini udah 3 minggu semenjak aku pertama kali menyapih Rafa. Ceritanya pas tanggal 12 Desember tahun lalu aku udah membulatkan tekat untuk menyapihnya karena memang kewajibanku untuk memberikannya ASI sudah selesai. Jauh-jauh hari sebelumnya aku tuh sudah niat banget pengen menyapih dengan cara Weaning With Love (WWL) atau dalam bahasa gampangnya sih menyapih dengan cinta gitulah kira-kira. Realitanya? Ehmmmm... Okey deh aku akan blak-blakan cerita bagaimana ekspektasiku dan realitanya dalam melewati proses ini.

1. Tidak Memaksa dengan Kebohongan

Ekspektasi

Sounding dengan kalimat "Kakak sekarang udah gede ya, udah waktunya lepas nenen karena nenen cuma buat adek bayi". Menurut teori WWL, kita harus memulainya dengan memberikan pengertian terlebih dahulu kepada anak sebelum bener-benar memintanya berhenti menyusu. Harapannya, anak akan berhenti menyusu dengan sendirinya tanpa dipaksa atau dibohongi. Menyapih dengan cara dipaksa dikuwatirkan akan meninggalkan trauma kepada anak. Trauma itu tentunya akan berdampak buruk terhadap perkembangan mental atau psikisnya. Menyapih dengan mengoleskan ramuan pahit, memoleskan lipstik/pewarna dan atau menempelkan plaster pada puting juga tidak direkomendasikan karena itu akan membuat anak ketakutan. Bahkan ada yang trauma terhadap payudara ibunya.

Realita

Semanjak sekitar usia 18 bulan tiba-tiba Rafa gak mau nenen ke payudara sebelah kanan lagi, maunya cuma yang sebelah kiri. Selain itu kalau malam dia juga maunya nenen sambil tiduran bahkan semalaman aku harus rela miring kekiri sepanjang malam demi membuatnya bisa tidur. Pernah loh aku sakit punggung gara-gara semalaman Rafa minta nyusu terus dan aku harus miring kekiri semalaman juga. Mendekati 2 tahun entah kenapa ni anak makin gencar minta nenen, tiap liat ibunya bawaannya cuma pengen nenen terus. Karena itulah aku jadi merasa bosan, capek dan pengen cepat-cepat nyapih.

Aku udah sering loh sounding dengan kalimat ajaib diatas tapi bukannya ngerti malah kalau dengar kata "nenen" langsung refleks buka baju ibunya. Sampai pernah disaranin utinya buat pergi ke dukun bayi untuk di jampi-jampi biar lupa sama nenen. Aku malah langsung parno disaranin begitu. Bisa gila dong aku kalo Rafa gak hanya lupa sama nenennya tapi lupa sama ibunya juga. Terus aku tanya-tanya sama teman yang udah pernah menyapih katanya sih dikasih lipstik merah dan plaster. Tekat untuk WWL itu akhirnya runtuh dan aku  nyoba cara jahat itu. Aku tempelin plaster di puting dan yang terjadi anaknya semalam gak mau lihat nenen tapi wajahnya sedih gak bisa tidur, malah sesenggukan nangis. Finally aku lepas deh itu plaster dan aku kasih nenen lagi. Belum ada 5 menit tuh anak udah tepar tidur nyenyak. Kayaknya bau keringat di nenen ibunya tuh candu banget buat Rafa.

Well, cara terakhir adalah dengan memoleskan lipstik merah ke puting dan tiap Rafa minta nenen, aku bilang "nenen ibu sakit, tuh ada darahnya". Cara ini aku ulang beberapa kali sampai anaknya bosan juga dengan jawaban itu.

Prinsip pertama WWL gagal cuyyy...

2. Don't Offer but Don't Refuse

Ekspektasi

Maksudnya, jangan menawarkan tapi juga jangan menolak saat anak meminta menyusu. Prinsip ini penting karena jika dilanggar, salah satu efek negatifnya jika kita refuse dengan cara yang salah anak bisa menangis keras, bahkan parahnya dapat merusak hubungan indah yang selama ini sudah terjalin selama menyusui. Selain itu jangan pernah mencoba untuk menawarkan karena anak akan terus tergantung. Bahkan saat anak susah makan kemudian kita gantikan dengan menawarinya menyusu juga bukalah langkah yang tepat.

Realita

Rafa tuh kalau mau tidur harus sambil nenen, dan ini udah jadi rutinitas yang tidak bisa ditoliler. Aku sampai tidak berani meninggalkannya saat menjelang tidur karena aku yakin ayahnya akan kuwalahan menidurkannya. Trus-trus menjelang mau disapih justru dia tidurnya malam-malam bahkan jam 10 malam aja masih bringas. Sementara ibunya tuh paling gak bisa nahan ngantuk jadi jam 9 gitu rasanya mata udah berat karena seharian mantengin monitor di kantor. Satu-satunya upaya biar Rafa mau segera tidur adalah menawarinya nenen dan aku bisa ikutan tidur hahahaha. Lagi-lagi WWL failed !

3. Tim yang Solid

Ekspektasi

Seperti halnya kesuksesan menyusui, menyapih pun juga membutuhkan tim yang solid dan saling support. Tim yang dimaksud tentu saja Ibu, Ayah, dan anak itu sendiri. Selain mereka bertiga adalah orang-orang disekitar anak, bisa kakek-nenek, atau asisten/pengasuh dan orang lain yg tinggal bersama si anak. Pastikan para anggota  ini sudah sepakat dan setuju kapan memulai penyapihan, jangan ada perbedaan bahkan perdebatan yang justru akan membingungkan si anak dalam proses ini.

Realita

Beberapa minggu sebelum disapih Rafa memang sering diasuh oleh utinya karena waktu itu belum dapat pengasuh baru. Utinya tuh orangnya juga gak tahan denger anak nangis jadi apa-apa sering dituruti dari pada dengerin anak nangis meronta-ronta. So tiap minta nenen, aku sudah mencoba nerapin beberapa prinsip WWL mulai dari sounding dan mengalihkan perhatian tapi emang dasarnya Rafa anaknya ngeyel dan pinter tetep aja keinginan nenen harus dituruti, kalau enggak siap-siap aja dengerin tangisan kencangnya. Disitulah utinya langsung nyeletuk "Wong cuma minta nenen aja mbok dikasih, kasian tuh nangis".Belum lagi ayahnya yang risih dengerin Rafa nangis kejer tiap gak dikasih nenen.

Ya Allah aku butuh supporting :(

4. Mental Ibu Harus Bakoohhh

Ekspektasi

Aku sudah memenuhi kewajibanku untuk menyusui sampai 2 tahun dan ini saatnya aku menyapih. Aku tidak akan tergoyahkan oleh rayuan dan tangisan anak. Aku pasti siap jika moment memeluk dan membelai mesra anak jadi berkurang setelah sudah tidak menyusui.

Realita

Buat apa ngomong mau nyapih kalau kenyataannya belum siap. Kesiapan mental ibu itu juga faktor utama keberhasilan menyapih. Sebenarnya aku udah mulai mencoba untuk menyapih saat Rafa 23 bulan tapi karena aku merasa belum siap jika aku tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang paling dibutuhkannya, percobaan itupun belum membuahkan hasil. Bilang mau nyapih tapi tetep aja tiap ada anaknya dibukain nenen. Dasar !

But, saat tepat diusia 2 tahun aku benar-benar memantapkan niat untuk menyapih. Sehari setelah ulang tahunnya yang ke 2 aku sudah tidak lagi memberikan nenen. Aku sudah tidak goyah lagi dengan tangisannya. Ayahnya juga bisa lebih solid dalam tim, saat Rafa butuh pengalihan dari nenen disitulah ayahnya sigap mengajaknya menjauh dariku dan menemaninya main.

Well well well itu sih beberapa cerita tentang ekspektasi vs realita saat menyapih Rafa. Hasilnya? Sekarang sudah 25 bulan kurang seminggu lagi, artinya aku sudah 3 minggu tidak nenenin. Sering terbesit rasa kangen saat-saat intim nenenin Rafa sambil membelai kulit lembutnya. Tapi buru-buru aku tepis perasaan itu. Rafa lebih membutuhkan asupan dari makanan bergizi dari pada sekedar nenen. Aku harus bisa melepasnya menjadi anak yang lebih mandiri. Dan aku harus mempersiapkannya melangkah ke fase kehidupannya yang lebih tinggi lagi. Aku harus banyak belajar untuk mendampinginya tumbuh.

Terimkasih sayangku ARRAFA FRINIANTO you are good boy. Anak pintar !


Waalaikumsalam Wr. Wb.

12 comments:

  1. I feel youu, mak 😂😂 WWL cuma angan semataaaa hihihi. Cuma akhir2 ini malah anakku suka ngempeng taaa

    ReplyDelete
  2. Aku terenyuh sekali dan nyaris menangis baca kisah ini...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hiks ya begitulah lika liku kisah seorang ibu mbak mae

      Delete
  3. Salah satu perjuangan seorang ibu. Sip! ^^

    ReplyDelete
  4. Pengen WWL sejak anak pertama. Nyatanya, brotowali lebih berhasil buat Amay..wkwkwk.. Meski di awal2 tiap malam tetep keluarin nenen. Iya sama kaya Rafa, biar bobonya lebih nyenyak. Haha...dan ibunya ga mau repot ambil air putih buat gantinya. LoL

    Dan skrg Aga juga hampir 26 bulan. Masih nenen aja dia. Belum terpikir untuk nyapih. Masih ingin berdekat-dekatan terus sama dia..hehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. kayaknya anak kedua lebih santai ya mbak rin

      Delete
  5. Ohh menyapih..sudah kulalui fase itu mak..udah sempet coba cara sadis dg nempel plester jg.. tapi akhirnya aq nyerah kubiarin dia berhenti nenen sesuka dia. Dan ternyata lebih sukses cr begitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha cara sadis malah gak mempan ya mbak wid

      Delete
  6. Cerita nya seru maaak.. Yg bagian 3 itu memang penting juga sih, musti ada kerja tim.. Soalnya ponakan aku kalo ngga dibolehin mama nya pasti minta tolong papa nya ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak kasihan anaknya malahan kalo timnya gak kompak

      Delete

Terimakasih sudah berkunjung dan meninggalkan pesan, senang dapat sharing dengan Anda :)