Ternyata disekitaran Kota Solo masih banyak tempat-tempat bersejarah yang sangat menarik untuk di eksplore dan dipelajari. Selain terkenal sebagai wilayah heritage dan kota tujuan wisata kuliner, Solo juga terkenal dengan Kota bersejarah. Bahkan saat berkunjung ke Solo, kita juga bisa menikmati suasana seperti di Bali hanya dengan menempuh perjalanan kurang lebih satu jam. Suasana bersejarah yang penuh dengan aktivitas agama Hindu seperti halnya di Bali dapat kita nikmati di Candi Cetho. Candi yang merupakan peninggalan bersejarah kerajaan Hindu pada zaman Majapahit ini terletak di kaki Gunung Lawu. Tepatnya di Dusun Ceto, Gumeng, Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Candi Cetho berada pada ketinggian 1.496 meter dari permukaan laut.
Pada hari Selasa tanggal 18 Oktober 2016 lalu aku bersama teman-teman Blogger Crony dan Team Best Western Premier Solo Baru mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi dan menikmati keindahan Candi Cetho. Kami tiba disana sekitar pukul 11.30 WIB dengan mengambil rute perjalanan dari Solo Baru, Palur dan mengikuti arah jalan menuju Tawangmangu. Kita tidak perlu kuwatir kesasar untuk menuju Candi Cetho karena di sepanjang perjalanan telah tersedia papan penunjuk arah yang menuju kesana. Rute menuju Candi Cetho akan memotong arah ke utara sebelum sampai di Wisata Air Terjun Grojokan Sewu.
Berikut ini beberapa hal yang membuat kami merasa di Bali saat menapakkan kaki di Candi Cetho :
1. Menghormati Kesakralan dengan Menggunakan Kain Warna Hitam-Putih
Seperti halnya saat kami mengunjungi candi-candi di Bali, ketika memasuki area suci dari Candi Cetho kami akan diberikan kain Saput Poleng yaitu kain yang bermotif kotak dengan warna hitam putih. Kain Saput Poleng telah menjadi bagian dari kehidupan religius umat Hindu di Bali. Kain ini juga menjadi icon/ciri khas di Bali. Hal itu ternyata juga dapat kami temui di Candi Cetho. Petugas akan memberikan selembar kain yang serupa dengan kain Saput Poleng kepada seluruh pengunjung agar digunakan untuk menutup aurat sebelum melangkahkan kaki memasuki kawasan suci Candi Cetho. Bentuk dan warna kain antara yang berada di Bali dan di Candi Cetho adalah sama hanya saja namanya yang membedakan. Kain yang di Candi Cetho bernama Kain Kampuh.
Pemakaian kain Kampuh di Candi Cetho mengadung makna yaitu pertama, untuk menghormati dan menjaga kesakralan dan kesucian Candi Cetho karena masih digunakan untuk ibadah. Kedua, dengan pemakaian kain Kampuh diharapkan pemikiran bersih lahir dan batin ketika masuk di area Candi Cetho. Ketiga, diharapkan tetap menjaga etika dan sopan santun saat memasuki area Candi Cetho.
2. Merupakan Peninggalan Majapahit
Dunia melihat Bali karena adat ritual serta budayanya dari Majapahit yang terus dilestarikan, maka kami juga melihat bahwa Candi Cetho murni peninggalan Majapahit. Konon Candi Cetho di yakini sebagai lokasi pelarian dan muksanya Raja Majapahit terakhir Brawijaya V. Nama Cetho sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti jelas, ada yang mengartikan jelas karena dari posisi candi yang tinggi karena bisa melihat pemandangan tanpa terhalang. Jelas bisa juga di artikan sebagai pencapaian pencerahan dalam hidup berspiritual. Berdasarkan simbol-simbol tahun yang di ketemukan Candi Cetho dibangun pada 1475 Masehi. Hal inilah yang membuktikan bahwa Candi Cetho dibangun oleh rakyat Majapahit.
Candi Cetho ditemukan pertama kali oleh Van de Vlies pada tahun 1842 kondisi candi pada masa itu hanya berupa reruntuhan batu pada 14 endapan bertingkat memanjang dari barat ke timur. Strukturnya berteras teras memunculkan dugaan adanya sinkretisme keyakinan asli nusantara dengan Hinduisme, pemugaran yang di lakukan oleh Sujono Humardani salah seorang kepercayaan Presiden Soeharto pada tahun 70an di duga banyak mengubah struktur asli candi. Bangunan baru hasil pemugaran di antaranya adalah Gapura megah di depan candi, bangunan pendopo dari kayu, beberapa patung yang di sakralkan, dan bangunan inti berbentuk kubus pada puncak punden.
Dunia melihat Bali karena adat ritual serta budayanya dari Majapahit yang terus dilestarikan, maka kami juga melihat bahwa Candi Cetho murni peninggalan Majapahit. Konon Candi Cetho di yakini sebagai lokasi pelarian dan muksanya Raja Majapahit terakhir Brawijaya V. Nama Cetho sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti jelas, ada yang mengartikan jelas karena dari posisi candi yang tinggi karena bisa melihat pemandangan tanpa terhalang. Jelas bisa juga di artikan sebagai pencapaian pencerahan dalam hidup berspiritual. Berdasarkan simbol-simbol tahun yang di ketemukan Candi Cetho dibangun pada 1475 Masehi. Hal inilah yang membuktikan bahwa Candi Cetho dibangun oleh rakyat Majapahit.
Candi Cetho ditemukan pertama kali oleh Van de Vlies pada tahun 1842 kondisi candi pada masa itu hanya berupa reruntuhan batu pada 14 endapan bertingkat memanjang dari barat ke timur. Strukturnya berteras teras memunculkan dugaan adanya sinkretisme keyakinan asli nusantara dengan Hinduisme, pemugaran yang di lakukan oleh Sujono Humardani salah seorang kepercayaan Presiden Soeharto pada tahun 70an di duga banyak mengubah struktur asli candi. Bangunan baru hasil pemugaran di antaranya adalah Gapura megah di depan candi, bangunan pendopo dari kayu, beberapa patung yang di sakralkan, dan bangunan inti berbentuk kubus pada puncak punden.
Setelah memasuki gapura
pertama,kita akan disambut dengan arca memanjang yang "unik" dan tidak
biasa.Arca burung garuda dan arca kura-kura yang diwujudkan dengan
susunan batu membentang diatas tanah membentuk kontur burung yang sedang
mengepakkan sayapnya.Yang unik di ujung arca Garuda tersebut,tepat
didepan kita,terdapat arca phallus (kelamin laki-laki) yang bersentuhan
dengan arca berbentuk kelamin perempuan.Eksotik sekali penggambarannya
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
Candi Cetho adalah sebagai tempat ruwatan dapat dilihat melalui simbol-simbol dan mitologi yang ditampilkan dalam arca-arcanya
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
Candi Cetho adalah sebagai tempat ruwatan dapat dilihat melalui simbol-simbol dan mitologi yang ditampilkan dalam arca-arcanya
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
Candi Cetho adalah sebagai tempat ruwatan dapat dilihat melalui simbol-simbol dan mitologi yang ditampilkan dalam arca-arcanya
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nfkaafi/indahnya-cetho-dieng-serta-tari-legong-bali_54f3e9577455137b2b6c8328
3. Gapura, Arca dan Relief yang Seindah di Pulau Bali
Saat
pertama kali memasuki kawasan Candi Cetho kami disuguhi pemandangan
menakjubkan berupa gapura candi setinggi gapura-gapura candi di Bali.
Menurut masyarakat sekitar, Candi Cetho sebagai tempat ruwatan, sehingga
banyak ditemui simbol-simbol dan arca-arca. Aktivitas ibadahpun masih
sangat sakral dan terus diuri-uri, hal itu terbukti dengan jelas dengan adanya dupa dan kembang-kembang sesajen di setiap sudut di dalam pendopo-pendopo candi.
Candi Cetho juga sangat terkenal dengan arca Phallus berupa arca yang berbentuk kelamin laki-laki dan perempuan (lingga yoni). Penggambaran dan peletakannya sangat eksotik sekali, kami benar-benar terkesan. Lambang lingga yoni tersebut mengadung makna sebagai lambang penciptaan atau kelahiran kembali setalh terlepas dari kutukan.
Tiga alasan itulah yang kemudian membuat banyak orang merasa sedang berada di Bali saat menapakkan kaki di Candi Cetho. Untuk menikmati semua itu kami harus menempuh medan yang cukup curam, karena harus mendaki jalanan yang cukup tinggi. Jadi saranku siapkan kendaraan yang memadai untuk menuju Candi Cetho.
Selamat menikmati Bali di Karanganyar ya guys !
Tiga alasan itulah yang kemudian membuat banyak orang merasa sedang berada di Bali saat menapakkan kaki di Candi Cetho. Untuk menikmati semua itu kami harus menempuh medan yang cukup curam, karena harus mendaki jalanan yang cukup tinggi. Jadi saranku siapkan kendaraan yang memadai untuk menuju Candi Cetho.
Selamat menikmati Bali di Karanganyar ya guys !
Waalaikumsalam Wr. Wb.
rumah makan ala bali juga ada mbak di solo, hehe omahe wawin
ReplyDeleteIyakah mas? Dmn tuh lokasinya?
DeleteAku dah pernah ke Candi Cetho. Jalannya buk, hehehe, ngeri.
ReplyDeleteKe sana pas mendung pulaak...jadi senyap banget.
Iya mak jalannya memang ngeri banget harus siap2 service kendaraan kalo habis dari sana hehehe
DeleteAq baru tau kalo candi cetho tu beneran ada candinya
ReplyDeleteBeneran mbak bukan candi-ciandian loh wwkwkwkwk
DeleteHalo mba Yenny sekarang Candi Cetho dikemas cantik ya..dulu Uti sering kesana hmm jd ingin kesana lagi
ReplyDeleteHai uti, benar sekali skrg lebih menarik dibandingkan 7 tahun lalu saat aku pertama kali kesana
DeleteSering denger Candi Cetho tapi belum pernah sekalipun ke sana haduuuw
ReplyDeleteSerasa di Bali ya mbk, padahal cuma di KRA
Iya mbak sejuk dan sakral kayak dibali
DeleteKeren y...
ReplyDeleteCandi Borobudur juga pakai selendang ya untuk naik :D tapi emang pemandangan di sini bagus banget. Candi di atas awan
ReplyDeletepengen kesana lagi tapi ngeri sama jalannya, hahaha
ReplyDeleteKalau pada kesini colek aku ya, siap jd guide, hahay
ReplyDelete